Minggu, 14 November 2010

Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis

Menurut Doolitle dan Camp (dalam Rochmad, 2008) inti dari pandangan konstruktivis adalah siswa aktif memahami dan membangun pengetahuan sendiri berdasar pengalamannya. Konstruktivis juga dapat diartikan sebagai suatu pandangan dalam memperoleh pemahaman terhadap suatu pengetahuan yang dilakukan dengan cara aktif mengkontruksi pengetahuan sendiri berdasarkan pengalaman orang itu sendiri. Untuk mengkonstruksi pengetahuan tersebut dapat dilakukan secara mandiri atau melalui interaksi sosial.

Grows (dalam Ardana, dkk, 2000) berpendapat bahwa pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga dengan konsep atau prinsip itu akan terbangun kembali transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru. Paham konstruktivisme memandang proses pendidikan bukan sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada anak didik. Hal itu dikarenakan, setiap individu memiliki pengetahuan awal, minat, strategi, dan proses kognitif yang berbeda, sehingga suatu informasi yang sama belum tentu dipersepsi sama oleh semua individu. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap secara pasif oleh seorang siswa, melainkan sesuatu yang diciptakan secara aktif oleh siswa.

Peran guru di sini adalah membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya. Pembelajaran dengan filosofi konstruktivisme mengutamakan peran siswa serta mengutamakan pembentukan pengetahuan pada diri siswa. Dengan dibiasakannya siswa berpikir mandiri dan mempertanggungjawabkan pemikirannya, siswa terlatih untuk menjadi pribadi yang mandiri, kritis, kreatif, dan rasional. Untuk itu, pengetahuan harus dibangun oleh peserta didik secara mandiri berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyaknya peserta didik memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik, memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Adapun mekanisme belajar menurut pandangan konstruktivis yaitu mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut.
  1. Siswa secara aktif mengamati dan memiliki beberapa masukan sensori dalam lingkungannya.
  2. Pengetahuan awal (prior knowledge) siswa sangat berpengaruh dalam menentukan masukan sensori yang akan diikuti dan dipilihnya.
  3. Masukan sensori baru yang diikuti dan dipilihnya tidak segera mempunyai makna bagi siswa.
  4. Siswa  menyusun hubungan-hubungan antara masukan sensori baru dan ide-ide yang telah ada pada dirinya yang dipandang relevan.
  5. Siswa menkonstruksi makna dari hubungan-hubungan antara data sensori baru dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
  6. Siswa menguji makna-makna yang telah dibangun yang berlawanan dengan memori dan pengalaman yang dirasakan.
  7. Siswa mungkin memasukkan konstruksi-konsruksi baru kedalam salah satu memori dengan sadar menghubungkan pada gagasan-gagasan yang telah ada.
  8. Siswa akan meletakkan beberapa status pada konstruksi baru dan akan menolak atau menerimanya.
Tasker (dalam Subariyati, 2003:11)

Lebih spesifik, pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  1. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya, karena mereka belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir.
  2. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain, sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi yang lebih kompleks terjadi.
  3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan.
Dengan demikian, belajar matematika menurut pandangan konstruktivis adalah suatu proses pembentukan pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh siswa selama kegiatan pembelajaran itu berlangsung. Agar kegiatan pembelajaran berlangsung secara efektif, guru sebagai fasilitator dituntut untuk bisa mengkondisikan pembelajaran secara maksimal, sehingga siswa mampu belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar